Saham yang diperdagangkan di pasar sekunder memiliki harga yang terbentuk dari penawaran jual dan permintaan beli investor. Harga tersebut dapat bergerak naik atau turun karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi makroekonomi, kinerja perusahaan, hingga sentimen para pelaku pasar. Oleh karena itu, harga saham di pasar sekunder bisa disebut sebagai nilai pasar.
Nilai pasar saat kita membeli atau menjual saham mungkin berbeda dengan nilai intrinsiknya, boleh jadi lebih rendah atau lebih tinggi. Nilai intrinsik sendiri adalah nilai asli atau nilai sebenarnya dari suatu saham yang diestimasi berdasarkan potensi serta seluruh aspek yang mempengaruhi bisnis perusahaan di masa depan.
Terdapat beberapa formula untuk menghitung nilai intrinsik saham, salah satu yang paling populer adalah Gordon Growth Model (GGM) atau model pertumbuhan Gordon. Rumusnya bisa dijabarkan sebagai berikut.
Di mana:
V₀ = Nilai intrinsik saham saat ini
D₁ = Ekspektasi total dividen per lembar saham periode mendatang
D₀ = Total dividen per lembar saham periode terakhir
r = Ekspektasi rate of return menggunakan formula Capital Asset Pricing Model (CAPM)
g = Sustainable growth rate perusahaan
Catatan:
r = Rf + β (Rm – Rf )
g = RR × ROE
Di mana:
Rf = Risk-free rate, dalam hal ini menggunakan BI-Rate
β = Beta of stock, yakni hasil kovarians return saham & IHSG dibagi varians return IHSG yang dihitung secara statistik (biasanya dibagikan online oleh media-media investasi)
Rm = Market rate of return, dalam hal ini menggunakan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) IHSG
RR = Retention ratio (1 – Dividend payout ratio)
ROE = Return on equity (Net income ÷ Total equity)
Contoh Perhitungan Nilai Intrinsik Saham
Saham ABCD saat ini memiliki harga 3.500 dengan beta 0,3. Emiten baru saja membagikan dividen sebesar 175 per lembar saham dengan total Rp18 triliun. Pendapatan bersih mereka pada periode itu Rp25 triliun dan total ekuitas Rp145 triliun.
Informasi lainnya mencakup:
BI-Rate: 6%
CAGR IHSG 1983–2024: 11,2%
Untuk menghitung nilai intrinsik saham ABCD dengan metode GGM, hitung dahulu dividend payout ratio-nya dengan membagi total dividen dengan pendapatan bersih: Rp18 triliun ÷ Rp25 triliun = 0,68. Kita pun bisa mendapat RR sebesar 1 – 0,68 = 32%. Sementara itu, ROE-nya adalah: Rp25 triliun ÷ Rp145 triliun = 17,24%.
Dari sini, kita bisa mencari sustainable growth perusahaan:
g = RR × ROE = 32% × 17,24% = 5,5%
Tahap berikutnya adalah mencari ekspektasi rate of return saham ABCD menggunakan formula CAPM:
r = Rf + β (Rm – Rf )
= 6% + 0,3(11,2% – 6%)
= 7,14%
Terakhir, masukkan r dan g ke rumus GGM:
∴ Nilai intrinsik saham ABCD lebih rendah daripada nilai pasarnya, berarti saham tersebut sedang dalam kondisi overvalued jika ditinjau menggunakan metode GGM.
Pertimbangan Menggunakan Metode GGM
GGM merupakan metode perhitungan nilai intrinsik saham yang logis dan objektif karena berdasar pada kondisi real ekonomi sehingga selaras dengan fundamental bisnis serta minim unsur subjektivitas.
Namun, perlu menjadi catatan bahwa metode GGM hanya optimal digunakan pada perusahaan yang mapan dari segi stabilitas keuangan, posisi pasar, dan pertumbuhan. Maka dari itu, hasil dari perhitungan GGM akan kurang akurat jika diterapkan pada startup dengan orientasi pertumbuhan yang tinggi.
Hal lain yang bisa mengurangi akurasi perhitungan GGM adalah kecenderungan perusahaan mempertahankan besaran dividen meskipun pendapatan sedang turun.
Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi, bukan rekomendasi membeli atau menjual saham tertentu. PT KAF Sekuritas Indonesia berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Opmerkingen